Rabu, 27 Oktober 2010

USHUL FIQH

USHUL FIQH


MUSTINGANAH
(083111102)
USHUL FIQH II (PAI 4D)
Dr. H. SYAIFUDIN ZUHRI, M.A.

HAJI DENGAN UANG HASIL KORUPSI

Allah berfirman :
Hai Rasul-rasul! Makanlah sebagian dari yang baik-baik dan berbuatlah amal yang baik. (Surat Al-Mukminun : 51)

Mengandung mafhum mukholafah tidak boleh makan dari barang yang haram, dan tidak di anjurkan beramal yang tidak baik.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا ، وإن الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين
Artinya :
Diriwayatkan dari Abu Hurayrah r.a ia berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda : "sesungguhnya Allah maha baik dan tidak menerima kecuali yang baik saja. Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman seperti apa yang dia perintahkan kepada para rasul.
ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد يديه إلى السماء يا رب يا رب ، ومطعمه حرام ، ومشربه حرام ، وملبسه حرام ، وغذي بالحرام ، فأنى يستجاب له (رواه مسلم ).

“Lalu Rasulullah bercerita tentang seorang lelaki yang menempuh perjalanan jauh, hingga rambutnya kusut dan kotor, ia pun menadahkan kedua tangannya ke langit (sambil berseru) 'Ya Rob. Ya Rob' sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia kenyang dengan barang haram. Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?" Dilaporkan oleh Muslim dalam "Shahih"nya.
Hadits ini menjelaskan dua hal; Pertama, amal yang dipersembahkan kepada Allah Swt haruslah amal terbaik dan terbersih. Kedua, Doa yang diperkenankan oleh Allah adalah doa yang dipanjatkan oleh orang yang relative bersih.
Allah hanya menerima amal yang baik:
Dari Hadits di atas, kita dapat fahami bahwa tak semua amal yang dilakukan oleh manusia, diterima oleh Allah Swt. Jadi setiap orang yang beramal seharusnya juga memperhatikan hal ini. Di dalam hadits di atas Rasulullah Saw menegaskan mana amal yang diterima Allah itu, yaitu hanya amal yang baik dan yang bersih saja.
Sedangkan amal yang tidak baik dan bercampur dengan hal-hal yang haram dan kotor, dipastikan amal itu tidak akan diterima oleh Allah.
Sedangkan amal perbuatan yang diterima oleh Allah adalah amal yang bersih dari segala yang mengotorinya seperti syirik, riya' dan 'ujub. Di samping amal itu tidak bercampur dengan benda lain yang haram.
Di dalam Islam tidak ada money laundrey
Ada sebagian orang berprasangka, bahwa uang haram yang dia peroleh selama ini, untuk membersihkannya, ia infaqkan ke jalan Allah, atau ia pakai untuk biaya umroh dan haji. Pandangan seperti ini jelas keliru dan ditolak oleh hadits di atas. Harta yang diperoleh dari sumber yang kotor atau tidak halal, tidak akan bisa dibersihkan dengan cara apapun. Ia tidak akan menjadi bersih dengan dibawa haji atau umroh, atau disedekahkan sebagian kepada anak yatim. Harta yang tidak halal satu-satunya jalan, adalah dengan mengembalikannya kepada sumber aslinya. Jika ia berasal dari uang Negara atau uang rakyat, maka dikembalikan kepada Negara atau rakyat. Bila ia berasal dari uang milik pribadi seseorang, maka harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sah. Jadi tidak ada system cuci uang dalam Islam. Yang haram, tetap haram, dan ia tidak dipandang oleh Allah Swt.
Memperoleh uang dengan usaha atau cara yang haram akan mendatangkan dosa, misalnya mencuri, merampok, menipu, korupsi, dan sebagainya. Maka orang yang pergi haji dengan ONH hasil mencuri atau korupsi sama halnya dengan orang bersembahyang dengan pakaian hasil mencuri. Ia berdosa.
Masalah ini bisa di qiyaskan juga dengan hukum sodaqoh dengan harta hasil curian.
Nabi SAW bersabda:
لا يقبل الله صدقة من غلول، ولا صلاة بغير طهور.)رواه الإمام أبوداود(

Sesungguhnya Allah tidak menerima sedekah dari (hasil) ketidakjujuran dan sholat tanpa bersuci. (Hadis riwayat Imam Abu Dawud).
Jadi uang hasil korupsi atau hasil tipuan, perasan, dan sejenisnya bila dipakai untuk biaya haji atau ibadah lainnya, maka ibadah itu tidak akan diterima oleh Allah Swt.



I.
1) Bagaimana pengertian anda tentang :
• Dalalah Nash.
Jawaban: Dalalah Nash yaitu petunjuk lafal dengan pengertian secara explisit tentang suatu hukum lain yang dipahami dari pengertian nash secara explisit.
Contohnya:
    
Artinya: Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah”.



• Dalalah Aula
Jawaban: Dalalah Aula yaitu Dalalah atas ketetapan hukum yang disebut, sementara furu’ lebih memantaskan menerima hukum dari pada ashal.
Contohnya: jangan sekali-kali memukul orangtua karena sama halnya kita menyakiti perasaan orangtua kita. Dimana hukum ini menyatakan tidak boleh.

• Mafhum Muwafaqah
Jawaban: Mafhum Muwafaqah yaitu petunjuk lafal kepada persamaan hukum yang tidak disebut dengan yang di sebut dalam teks .
Contohnya:
Haramnya memakan harta anak yatim. Begitu pula haram membakar harta anak yatim.
•              
Artinya:’’Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka)’’.
• Qiyas Jali.
Jawaban: Qiyas Jali yaitu sesuatu qiyas, yang illatnya mewajibkan hukum. Atau mengqiyaskan sesuatu kepada suatu yang yang bersamaan kedua-keduanya yang patut menerima hukum tersebut. Dengan kata lain qiyas jali ini qiyas yang nyata.
Contohnya: haramnya narkoba di qiyaskan dengan khomr yang hukumnya diharamkan, dimana keduanya dapat menyebabkan mabuk, dan mabuk itu sendiri di larang agama.

2) Bagaimana kesimpulan anda tentang no, a, b, c, dan d itu, disertai dengan nalar ushul fiqihnya.
Jawaban: menurut saya bahwa semuanya hampir sama tetapi masih ada perbedaan-perbedaan dimana Dalalah Nash itu pengertiannya dari Nash meskipun tidak secara explisit, tetapi pengertian secara implisit tidak bisa diingkari, Dalalah Nash ini juga disebut Mafhum Muwaqah, karena adanya persesuaian antara Dilalah tersebut dengan apa yang di tunjukkan oleh teks (ibarat) nya. Disamping itu juga disebut jga Qiyas Jali, karena Dilalah ini


memfungsikan illat suatu Nash. Hanya saja illat tersebut cukup jelas sehingga tidak memerlukan Istinbat.

II.
Dalam Metodologi Hukum Islam Dikenal Istilah Maslahah.
1) Apa pengertian maslahah sebagai min maqasid al hukm, min masadir al hukm dan sebagai tariqah ijtihad li isbat al hukm?
Jawabannya:
• Maslahah sebagai Min Maqasid al Hukm adalah dimana maslahah itu haruslah sesuai dengan tujuan syara’ yaitu meraih maslahah dan di arahkan pada upaya menghilangkan kesulitan.
• Maslahah sebagai Min Masadir al Hukm adalah hasil dari metode msalahah digunakan sebagai sumber hukum.
• Maslahah sebagai tariqah Ijtihad li Isbat al Hukm adalah jalan atau cara yang harus dilakukan oleh seorang mujtahid dalam memahami, menemukan, dan merumuskan hukum syara’.

2) Sebagai min maqasid al hukm, masalah dibedakan menjadi berapa macam?
Dan berikan contohnya masing-masing!
Sebagai min maqasid al hukm, maslahah dibedakan menjadi 3 yaitu :
• Pertama, maslahah yang bersifat hakiki bukan bersifat imajinatif dalam arti bahwa membina hukum berdasarkan kemaslahatan, kemaslahatn tersebut akan dapat menarik manfaat dan menolak madharot bagi umat manusia.
Contoh: boleh memakan bangkai ketika tidak ada makanan lain, karena dikhawatirkan akan mati kelaparan.
• Kedua, masalahah yang bersifat universal dan tidak parsial, contoh: kalau dalam suatu pertempuran melawan orang kafir mereka membentengi diri dan membuat pertahanan melalui beberapa orang

Mmuslim yang tertawan, sedang orang kafir tersebut di khawatirkan akan melancarkan agresi dan dapat menghancurkan kaum muslimin mayoritas maka penyerangan tetrhadap mereka harus dilakukan, meskipun akan mengakibatkan kematian beberapa orang muslim yang sebernarnya harus di lindungi keselamatan jiwanya.
• Ketiga: kemaslahatan itu bukan kemaslahatan yang mulgha, yang jelas ditolak oleh nash.
Contoh : membayar kifarat bagi semua orang yang sengaja berbuka di bulan Ramadhan tanpa ada diskriminasi.
3) Ada 3 macam implementasi maslahah sebagai tariqah ijtihad li isbat al hukum? Sebutkan satu persatu dan berikan contohnya masing-masing!

Jawabannya:
• Maslaah dar’ul mafasid atau maslahah daruriat yaitu segala sesatu yang esensial yang sifatnya merupakan kebutuhan primer bagi manusia dan mau tidak mau harus di lakukan usaha pemenuhannya , kalau tidak di penuhi maka timbul bencana.
Contoh : memelihara maqasid khomsah, yakni; agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
• Maslahah jalbul masalih dan sering disebut pula dengan jinayat yaitu segala sesuatu yang sifatnya sekunder apabila tidak terpenuhi maka akan muncul kepicikan, kesulitan dan kemaksiatan.
Contohnya: mengqashar dan menjama’ shalat di waktu perjalanan, tayamum di wktu tidak ada air
• Tahsiniyaat juga disebut juga dengan tataniat, yakni segala sesuatu yang merupakan kebutuhan pelengkap, dimana apabila manusia ingin lebih sempurna.
Contohnya: didalam islam disyariatkan ketentuan etis hubungan horizontal dalam masyarakat, pranata-pranata yang baik dan terpuji menurt pandangan akal sehat.

III.
Ada beberapa istilah yang saling berdekatan, tetapi kadang membingungkan juga :
1. Apa sesungguhnya istilah fiqih, syariat, hukum Islam?
Jawaban:
• Fiqh adalah sekumpulan hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan yang diketahui melalui dalil-dalilnya yang terperinci dan dihasilkan dengan cara ijtihad.
• Syari’ah adalah hukum-hukkum yang ditetapkan oleh Allah untuk hamba-hambanya yang dibawa oleh salah seorang Nabinya.
• Hukum Islam adalah pengertian manusia tentaang kaidah-kaidah kemasyarakatan yang bersumber pertama pada Al-qur’an kedua pada sunnah Rasulullah dan ketiga pada akal pikiran.
2. Apa hubungannya dengan ushul fiqh?
Jawaban: Bahwa ushul fiqh adalah cara yang ditempuh oleh mujtahid dalam mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya, baik dengan menggunaklan kaidah-kaidah bahasa maupun dengan menggunakan ushuliyah. Jadi singkatnya hubungan antara ushul fiqh dan fiqh seperti hubungan antara ilmu nahwu (tata bahasa Arab) dan bahasa Arab. Intinya ushul fiqh adalah metodologi untuk menghasilkan fiqh dimana fiqh adalah merupakan ilmu tentang syari’ah.
3. Istilah apa sesungguhnya yang relevan disebut Hukum Islam, alasannya?
Jawaban: istilah yang relevan dengan hukum Islam yakni syari’ah alasannya didalam pelaksanaannya untuk mencari keridhoan Allah dengan jalan mentaati suatu system hukum yang sempurna.

IV.
Ada dua sumber Hukum Islam: Naqli dan Aqli
1. Bagaimana hubungan wahyu dan akal?
Jawaban: hubugan wahyu dengan akal yakni untuk mengetaui hukum yang tersirat dibalik suatu lafal sehingga dapat di temukan maksud dari lafal tersebut guna di jadikan suatu hukum.
2. Sejauhmana peran akal dalam istinbat hukum Islam?
Jawaban: peranan akal dalam istinbat hukum Islam sangatlah penting karena akal berperan dalam penggalian dan penetapan hukum baik terhadap hukum yang tersirat, apalagi hukum yang tersuruk.
3. Sumber hukum apa saja yang melibatkan dominasi akal?
Jawaban: sumber hukum melibatkan dominasi akal diantaranya: Ijtihad, Ijma’ Qiyas, Istihsan,
4. Bagaimana hukum yang ditetapkan berdasarkan akal itu kekuatannya menjadi qat’i?
Jawaban: hukum yang ditetapkan berdasarkan akal itu menjadi qat’i ketika berdasarkan nash dengan arti apa yang dikehendaki oleh Allah adalah sebagaimana yang secara jelas dilafalkan dalam nash.

BIMBINGAN DAN KONSELING

FUNGSI SERTA ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Bimbingan Dan Konseling
Dosen Pengampu : Bpk. Widodo Supriyono

Oleh :
MUSTINGANAH
( 083111102)


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010

FUNGSI SERTA ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
I. PENDAHULUAN
Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang bahwa proses pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan mentah. Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan supervisi pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem evaluasiserta bimbingan konseling.
Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang apa fungsi serta asas bimbingan konseling.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Fungsi Bimbingan Dan Konseling ?
B. Apa Asas Bimbingan Dan Konseling ?
III. PEMBAHASAN
A. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
Upaya pencegahan yang perlu dilakukan oleh konselor.
1) Mendorong perbaikan lingkungan yang kalau diberikan akan berdampak negative terhadap individu yang bersangkutan.
2) Mendorong perbaikan kondisi diri pribadi konseli.
3) Meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang diperlukan dan mempengaruhi perkembangan dan kehidupannya.
4) Mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan memberikan resiko yang besar dan melakukan sesuatu yang akan memberikan manfaat.
5) Menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
7. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
10. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
B. Asas Bimbingan Dan Konseling
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
12. Tut Wuri Handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (member rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk lebih maju.
IV. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan :
• Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah : Fungsi Pemahaman, Fungsi Preventif, Fungsi Pengembangan, Fungsi Penyembuhan Fungsi Penyaluran, Fungsi Adaptasi, Fungsi Penyesuaian, Fungsi Perbaikan, Fungsi Fasilitasi, Fungsi Pemeliharaan.
• Asas Bimbingan Dan Konseling : Asas Kerahasiaan,Asas kesukarelaan, Asas keterbukaan, Asas kegiatan, Asas kemandirian, Asas Kekinian, Asas Kedinamisan, Asas Keterpaduan, Asas Keharmonisan, Asas Keahlian, Asas Alih Tangan Kasus, Tut Wuri Handayani.
V. PENUTUP
Alhamdulillah segala puji bagi Allah pemilik segala ilmu pengetahuan, akhirnya makalah ini dapat terbitm. Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya saran serta kritik yang konstruktif sangat kami harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Dan semoga karya kecil ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, amin......

DAFTAR PUSTAKA


Ermananti,Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan & Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta,1999 ).
Hallen, Bimbingan Konseling Dalam Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002)
Yusuf , Samsu Dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan Dan Konseling, (Bandung: Rosdakarya, 2008).

TEORI BELAJAR

KONEKSIONISME
I. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Dalam suatu pembelajaran dibutuhkan suatu teori belajar agar pelajaran dapat dipahami dan sampai kepada si pelajar sendiri.
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
Ada Banyak sekali teori-teori belajar, dan diantara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat 3 macam yang sangat menonjol, yakni : Connectionism, Classical Conditioning, dan Operant Conditioning.
Dalam kesempatan ini kami akan membahas tentang teori yang pertama yaitu, teori Connectionism.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa pengertian Teori Koneksionisme ?
B. Bagaimana hukum-hukum Teori Koneksionsme ?
C. Adakah revisi dari hukum-hukum Teori Koneksionisme ?
D. Bagaimana penerapan dari Teori Konaksionisme dalam belajar ?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Koneksionisme.
Teori Koneksionisme (Connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L.Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomene belajar.
Teori belajar Koneksionisme dari hasil eksperimen Thorndike yang dilakukan sebagai berikut :
Seekor kucing yang lapar dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) dan diluar diletakkan daging. Sangkar tersebut yang ditata sedemikian rupa, sehingga bila kucing menyentuh tombol tertentu pintu bisa terbuka dan memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia di depan sangkar tersebut. Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kucing untuk bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada di luar sangkar. Kucing yang lapar itu melakukan berbagai tingkah laku dengan mengeong, mencakar, melompat, dan berlari-larian.untuk bisa keluar dari sangkar. Pada saat dia tidak sengaja memijak tombol, pintu sangkar terbuka dan kucing keluar dari sangkar untuk makan daging yang telah disediakan. Setelah percobaan ini dilakukan berkali-kali, ternyata tingkah laku kucing untuk keluar dari sangkar semakin efisien. Ini berarti selama eksperimen kucing dapat memilih atau menyeleksi respons yang berhasil untuk membuka pintu, yaitu menginjak tombol, akan diingat, sedangkan respons lain yang tidak berguna dilupakan. Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan nama Instrumental Conditioning. Artinya tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil yang dikehendaki.
Dari eksperimen ini dapat disimpulkan bila belajar dapat terjadi dengan dibentuknya hubungan atau ikatan atau bond atau asosiasi atau koneksi neural yang kuat antara stimulus dan respons. Dan dengan ini maka teori Thordike disebut teori koneksionisme.
B. Hukum –hukum Teori Koneksionisme.
Untuk dicapainya antara stimulus dengan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat, serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Dengan ini Thordike mengungkapkan bahwa bentuk paling dasar dari belajar adalah trial and error learning atau selected and connecting learning dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.Thordike merumuskan hasil eksperimennya kedalam tiga hukum dasar (hukum primer) dan lima hukum tambahan (subsidier).


1. Hukum Dasar (Primer)
a. The Law Of Readiness (Hukum Kesiapan) yang rumusannya sebagai berikut :
 Bila sudah ada “kecenderungan bertindak” lalu bertindak akan membawa kepuasan, dan tidak ada tindakan-tindakan lain untuk mengubah kondisi itu. Contoh : seorang siswa sudah benar-benar siap untuk menempuh ujian, maka dia sangat puas bila ujian itu benar-benar dilakukan. Dia akan mantap dan tenang salama mengarjakan ujian dan tidak akan berusaha untuk mencontek.
 Bila sudah ada “kecenderungan bertindak ” tetapi tidak bertindak akan menimbulkan ketidakpuasan atau kekecewaan. Hal ini akan menimbulkan respons-respons lain untuk mengurangi/meniadakan ketidakpuasan atau kekecewaannya. Contoh : seorang siswa yang sudah belajar dengan tekun sehingga benar-benar siap untuk ujian, tetapi jadwal ujian tiba-tiba diundur, maka dia sangat kecewa. Dan untuk mengurangi kerkecewaanya dia membuat gaduh dan protes.
 Bila belum ada “kecenderungan bertindak” dipaksa bertindak maka akan menimbulkan ketidakpuasan untuk menghilangkan/mengurangi ketidakpuasan tersebut akan muncul tindakan-tindakan lain. Contoh: para pelajar yang tiba-tiba diberi tes atau ulangan tanpa diberitahu terlebih dahulu, maka mereka protes supaya tes dibatalkan, karena mereka belum siap.
 Bila belum ada “kecenderungan bertindak” dan tidak dilakukannya tindakan tersebut maka akan menimbulkan kepuasan. Contoh: para pelajar akan sangat senang dan puas ketika ternyata ada pengumuman ulangan diundur satu minggu lagi karena mereka merasa belum belajar dan belum siap untuk menempuh ulangan.
b. The Law Of Exercise (Hukum Latihan)
The Law Of Exercise (Hukum Latihan ) ada dua yaitu :
 The law of use (hukum penggunaan), dinyatakan dengan latihan berulang-ulang, hubungan antara stimulus dengam respons makin kuat.
 The law of disuse (hukum tidak ada penggunaan), dinyatakan, hubungan antara stimulus dengan respons melemah bila latihan dihentikan.
Contoh: “bila peserta didik dalam belajar bahasa Inggris selalu menghafal perbendaharaan kosakata, maka bila ada stimulus berupa pertanyaan “apa bahasa inggrisnya makan?” peserta didik langsung dapat memberi jawaban (respons) dengan benar. Tetapi apabila peserta didik tidak pernah menggunakan kata itu, maka peserta didik tidak dapat memberi respons yang benar.
c. The Law Of Effect (Hukum Akibat)
Hukum ini menyatakan bahwa hubungan stimulus respons diperkuat apabila akibatnya memuaskan dan diperlemah bila akibatnya tidak memuaskan. Dengan perkataan lain, suatu perbuatan yang diikuti oleh akibat yang menyenagkan, maka cenderung untuk diulang. Dan bila akibatnya tidak menyenangkan cenderung dihentikan.
Dengan ini nampak bila hukum akibat erat kaitannya dengan hadiah dan hukuman. Tingkah laku yang menghasilkan hadiah akan terus dilakukan, sedang yang mengakibatkan hukuman akan ditinggalkan.
Contoh: siswa yang menyontek tetapi didiamkan saja dan di beri nilai A, maka pada kesempatan lain ia akan menyontek lagi. Tapi bila siswa itu di tegur sehingga teman-temannya tahu kalau menyontek maka dia malu dan tidak akan menyontek lagi.
2. Hukum Tambahan (Subsidier)
Mengenai hukum tambahan dari Thordike, sebagai berikut :
a. Law of Multiple Respon atau reaksi yang bervariasi merupakan langkah permulaan dalam proses balajar. Melalui proses “trial and error” seseorang akan melakukan bermacam-macam respaons sebelum memperoleh respons yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Law of Attitude (sikap) adalah situasi didalam diri individu yang menentukan apakah sesuatu itu menyenangkan atau tidak bagi individu tersebut. Situasi ini ada yang bersifat sementara, seperti kelelahan, lapar dan emosi, dan ada yang bersifat tetap, seperti latar belakang kebudayaan dan faktor keturunan.
c. Law of Partial Activity. Hukum ini bisa disebut juga Law Prepotensi Element. Merupakan prinsip yang menyatakan bahwa manusia dalam situasi tertentu memberikan respons hanya pada aspek tertentu sesuai dengan persepsinya dari keseluruhan situasi (respons selektif). Orang akan memberikan respons yang berbeda pada stimulus yang sama. Ini berarti dalam proses belajar, orang harus memperhatikan lingkungan yang sangat kompleks yang dapat memberikan kesan yang berbeda untuk orang yang berbeda.
d. Law of Respons by Analogy. Bahwa menurut Thordike, manusia dapat melakukan respons pada situasi yang belum dialami karena mereka dapat menghubungkan situasi baru yang belum pernah di alami dengan situasi lama yang pernah mereka alami, selanjutnya terjadi perpindahan (transfer) unsur-unsur yang telah mereka kenal pada situasi baru. Transfer of Training dikenal pula dengan sebutan “Theory of Tradical Elements ”. makain banyak unsur yang identik, transfer makin mudah.
e. Law of Associative Shifting (perpindahan asosiasi). Prinsip ini berhubungan dengan teori “Identical Element” pada “Transfer of Training”, karena adanya unsur ”transfer” didalamnya. Associative Shifthing adalah proses peralihan suatu situasi yang telah dikenal ke situasi yang belum dikenal secara bertahap, dengan cara ditambahkannya sedikit demi sedikit unsur-unsur (element) baru dan membuang unsure-unsur lama sedikit demi sedikit, yang menyebabkan suatu respons dipindahkan dari suatu situasi yang sudah dikenal ke situasi yang baru.
C. Revisi Hukum Teori Koneksionisme.
Eksperimen Thordike dilakukan pada tahun 1913, 1932, 1935, dan 1968. Selama eksperimen selalu ada perkembangan-perkembangan, sehingga berdasarkan eksperimen yang dilakukan pada tahun 1930, timbullah revisi-revisi pada teorinya sebagai berikut :
1. Hukum Latihan (The Law Of Exercise) ditingalkan, karena ditemukan bila pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus dengan respons, demikian pula tanpa ulangan belum tentu melemahkan hubungan stimulus –respons.
2. Hukum Akibat (The Law of Effect) direvisi, karena dalam penelitiannya lebih lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Dengan ini maka untuk The Law of Effect dijelaskan, bila hadiah (Reward) akan meningkatkan stimulus-respons, tetapi hukuman (punishment) tidak mengakibatkan effect apa-apa. Dengan revisi ini berarti Thordike tidak menghendaki adanya hukuman dalam belajar.
3. Belongingness, yang intinya, syarat utama bagi terjadinya hubungan stimulus-respons bukannya kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara kedua hal tersebut. Dengan demikian situasi blajar akan mempengaruhi hasil belajar.
4. Spread of Effect, yang intinya, dinyatakan akibat dari suatu perbuatan dapat menular. Misalnya siswa yang setelah giat belajar matematika dapat mengerjakan soal dengan mudah dan mendapat nilai A, maka menyebabkan ia ingin belajar giat pula dalam mata pelajaran lain. Tidak hanya ini. Teman-teman sekelaspun mengikuti jejaknya.
D. Penerapan Teori Koneksionisme dalam Belajar.
Rincian penerapan Teori Koneksionisme dalam belajar :
1. Thordike berpendapat, cara mengajar yang baik bukanlah hanya mengharapkan murid tahu tentang apa yang telah diajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan. Dengan ini guru harus tahu materi apa yang harus diberikan, respons apa yang diharapkan dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respons yang salah. Maka tujuan pendidikan harus dirumuskan dengan jelas.
2. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik dan harus terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacam-macam situasi.
3. Supaya peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks.
4. Dalam belajar, motifasi tidak begitu penting karena perilaku peserta didik terutama ditentukan oleh eksternal rewards dan bukan oleh intrinsic motivation.yang lebih penting dari ini adalah adanya respons yang benar terhadap stimulus. Bila peserta didik melakukan respons yang salah, harus segara diperbaiki, sebelum sempat terulang kembali. Dengan demikian ulangan dilakukan sebagai control bagi guru, untuk mengetahui apakah peserta didik melakukan respons yang benar atau belum terhadap stimulus yang diberikan oleh guru. Supaya guru mempunyai gambaran yang jelas dan tidak keliru terhadap kemajuan anak, ulangan harus dilakukan dengan mengingat hukum kesiapan.
5. Peserta didik yang sudah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan bila belum baik harus segera diperbaiki.
6. Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat sebanyak mungkin, sehingga dapat terjadi transfer dari kelas ke luar kelas.
7. Materi pelajaran yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.
8. Dengan diberikannya pelajaran-pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak, tidak akan meningkatkan kemampuan penalarannya.
IV. KESIMPULAN
Teori Koneksionisme (Connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L.Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomene belajar. Thordike merumuskan hasil eksperimennya kedalam tiga hukum dasar (hukum primer) dan lima hukum tambahan (subsidier).
Hukum Dasar (Primer) :The Law Of Readiness (Hukum Kesiapan), The Law Of Exercise (Hukum Latihan ), dan The Law Of Effect (Hukum Akibat).
Hukum Tambahan (Subsidier): Law of Multiple Respon, Law of attitude (sikap), Law of partial activity ,Law of respons by analogy, Law of associative shifting (perpindahan asosiasi).
Selama eksperimen yang dilakukan Thordike selalu ada perkembangan-perkembangan, sehingga berdasarkan eksperimen yang dilakukan pada tahun 1930, timbullah revisi-revisi pada teorinya.
Penerapan Teori Koneksionisme dalam belajar Thordike berpendapat bahwa, guru harus tahu materi apa yang harus diberikan, respons apa yang diharapkan dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respons yang salah, Maka tujuan pendidikan harus dirumuskan dengan jelas dan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Supaya peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar dan situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat sebanyak mungkin, sehingga dapat terjadi transfer dari kelas ke luar kelas serta materi pelajaran yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.

V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun, kami sangat sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari rekan-rekan mahasiswa semua. Dan semoga makalah dapat memberi manfaat bagi kita semua amin...........







DAFTAR PUSTAKA
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Semarang, Fakta IAIN Walisongo, 2001).
Rumini, Sri, dkk, Psikologi Pendidikan ,(Yogyakarta, UPP UNY,1993).
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda, 2000).

Rabu, 20 Oktober 2010

tekpen

TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN PENINGKATAN PROFESI GURU

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Teknologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Drs.H Fatah Syukur NC, M.Ag





Oleh :
MUSTINGANAH
083111102



PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010

TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN PENINGKATAN PROFESI GURU

I. PENDAHULUAN
Teknologi telah menyertai sisi-sisi kehidupan manusia. Seiring perjalanan peradaban manusia yang berubah, teknologi yang dikembangkan dan digunakan oleh manusia pun semakin canggih dan kompleks.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan sosial kultural, perubahan persepsi dan aspirasi, selain sangat fundamental, tidak mudah di ikuti oleh ilmu pendidikan tradisional. Masyarakat semakin dinamis, ilmu berkembang semakin hebat, teknologi semakin canggih. Sistem pendidikan kiranya perlu ditinjau dan diserasikan lagi guna menghadapai berbagai tugas-tugas yang semakin komplek. Karena guru bukan satu-satunya sumber belajar, dimana masih banyak sumber belajar yang lain yang dapat diakses oleh siswa, seperti koran, radio, televisi, internet, dan masyarakat langsung.
Dalam bidang pendidikan, secara sadar atau tidak teknologi juga telah menjadi bagian integral. Penggunaan peraga rupa rungu atau audio visual untuk mengatasi keterbatasan fungsi indera dalam pembelajaran, merupakan fakta yang merepresentasikan betapa teknologi menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah perkembangan pendidikan.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Pengertian Teknologi Pendidikan?
B. Apa Ciri-Ciri Teknologi Pendidikan ?
C. Apa Pengertian Profesi Guru ?
D. Bagaimana Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru ?
E. Bagaimana Hubungan Teknologi Pendidikan Dengan Peningkatan Profesi Guru?


III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Teknologi Pendidikan.
Istilah “teknologi” berasal dari bahasa Yunani: technologis. Technie berarti seni, keahlian atau sains; dan logos berarti ilmu. Menurut Gaibraith teknologi dapat diartikan sebagai penerapan sistematik dari pengetahuan ilmiah atau terorganisasikan dalam hal-hal yang praktis.
Teknologi pendidikan dalam arti sempit bisa merupakan media pendidikan, yaitu hasil teknologi sebagai alat bantu dalam pendidikan agar berhasil guna, efisien dan efektif. Sedang menurut Association For Educational Communication And Technology (AECT), teknologi pendidikan dalam arti luas adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari problem solving, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.
S. Nasution mengemukakan “pada hakikatnya teknologi pendidikan adalah suatu pendekatan yang sistematis dan kritis tentang pendidikan. Teknologi pendidikan memandang soal mengajar dan belajar sebagai suatu masalah atau problem yang harus dihadapi secara rasional dan ilmiah ” oleh karena itu yang paling penting dalam rangka kegiatan belajar mengajar, bukan semata-mata media teknologi komunikasi yang rumit dan kompleks.

B. Ciri-Ciri Teknologi Pendidikan
Menurut S. Nasution ciri-ciri teknologi pendidikan sebagai berikut :
1. Merumuskan tujuan dengan teliti dan spesifik dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati, sehingga dapat diukur keberhasilan tercapaiannya tujuan pendidikan
2. Meneliti pengetahuan keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki anak didik yaitu entry behavior, sebagai dasar pelajaran baru sehingga diketahui kemajuan yg dicapai berkat proses mengajar-belajar.
3. Menganalisis bahan pelajaran yang akan disajikan dalam bagian yang dapat dipelajari dengan mudah.
4. Berdasarkan analisis bahan pelajaran menentukan.:
 Urutan mempelajari bahan itu agar tercapai hasil belajar yang optimal.
 Strategi yang paling tepat untuk menyampaikan atau menyajikan bahan itu.
5. Menguji coba program itu untuk menentukan kelemahannya.
6. Mengadakan perubahan, perbaikan atau revisi untuk meningkatkan mutu program itu.

C. Pengertian Profesi Guru.
Kata profesi identik dengan kata keahlian, demikian juga Jarvis mengartikan seseorang yang melakukan tugas profesi juga ebagai seorang yang ahli (expert). Disisi lain profesi mempunyai pengertian yaitu seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, tekhnik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.
Menurut UU no 14 th 2005 Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Volmer dan Mills, Mc Cully dan Diana W Kommers mereka sama-sama mengartikan profesi sebagai spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang bernilai tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan ini diminati, disenangi oleh orang lain, dandia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan berupa bayaran dan gaji (payment).
Dan banyak pendapatmengenai pengertian profesi itu sendiri diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh orstein dan levine,bahwa profesi adalah :
 Melayani masyarakat, merupakan karir yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti ganti pekerjaan).
 Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
 Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktik (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
 Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
 Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
 Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu.
 Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi itu sendiri.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa profesi adalah suatu keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan kompetensi tertentu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis. Profesi biasanya berkaitan dengan mata pencaharian seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dengan demikian, profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan.
Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien, serta berhasil guna.
Dalam proses mengajar-belajar peranan guru tentu sangat penting, karena segala tindakannya akan diwarnai oleh perilaku guru tersebut. Apakah guru tersebut menunjukkan dedikasi tinggi dalam melakukan profesinya dan senantiasa bersifat kritis terhadap dirinya untuk meningkatkan mutunya sebagai pendidik. Apakah guru tersebut terbuka bagi ide-ide baru dan bersedia mengadakan percobaan. Apakah guru tersebut suka akan anak-anak dan pemuda dan berusaha mendekatkan diri kepada mereka untuk memahami muridnya. Apakah guru tersebut menerima pribadi anak menurut keadaan masing-masing dan senantiasa memberikan semangat belajar atau memupuk rasa percaya akan diri sendiri. Banyak lagi hal-hal yang turut membantu menentukan mutu dan suasana belajar yang dipengaruhi oleh pribadi guru.
Demikian pula halnya dengan kemampuan guru untuk menggunakan berbagai metode pengajaran yang serasi menurut bahan yang diberikan. Apakah metode pemberitahuan atau metode penemuan yang digunakan, hal ini banyak tergantung pada guru.
Mengajar dan belajar masih banyak mengandung hal-hal yang sebenarnya belum kita pahami sepenuhnya. Itu sebabnya terdapat berbagai teori tentang belajar yang belum dapat dipadukan menjadi satu teori belajar yang uniform.
Juga belum diketahui dengan pasti bagaimana merumuskan tujuan khusus, cara menyampaikan bahan pelajaran yang paling serasi sehingga dapat dengan mudah dipahami para anak didik.

Masih belum ada keyakinan, sehingga bagaimana kita dapat mengukur hasil mengajar khususnya tujuan pendidikan yang mengenai perkembangan kepribadian anak antara lain dalam bidang efektif. Banyak lagi dalam situasi belajar yang belum kita ketahui dengan jelas apa pengaruhnya terhadap hasil belajar, demikian pula belum mengetahui peranan perbedaan individual dalam proses belajar.
Oleh karena itulah aliran teknologi pendidikan mendorong para pendidik untuk lebih memandang kegiatan mengajar ini sebagai masalah dan berusaha memecahkannya secara ilmiah berdasarkan penelitian. Hal ini menuntut agar setiap guru sedikit banyak menjadi peneliti yang selalu kritis terhadap usahanya, bersedia mencari jalan baru untuk senantiasa meningkatkan keahliannya dalam profesinya.

D. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru.
Dalam UU no 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pada Bagian Kelima Pembinaan dan Pengembangan Pasal 69 :
1. Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
2. Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.

a) Kompetensi Pedagogic.
Merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik, yang meliputi :
 Pemahaman guru akan landasan dan filsafat pendidikan.
 Pemahaman potensi dan keberagaman peserta didik, sehingga dapat di desain strategi belajar sesuai dengan karakter masing-masing peserta didik.
 Guru mampu mengembangkan kurikulum/silabus, baik dalam bentuk dokumen maupun implementasinya dalam pembelajaran.
 Guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
 Mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif.
 Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar dengan memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan.
b) Kompetensi Pribadi.
Kompetensi kepribadian yang meliputi :Kemampuan dalam mengembangkan kepribadian, berakhlak mulia,berlaku sopan dalam bertutur kata, bersikap dewasa dalam berfikir dan bertindak, disiplin, berpenampilan baik, bertanggung jawab dan memiliki komitmen serta menjadi suri tauladan.
c) Kompetensi Social
Merupakan hal-hal yang terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk social dalam berinteraksi dengan orang lain, yakni meliputi : kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan menarik, serta mampu berkomunikasi dengan baik dengan orang lain.
d) Kompetensi Professional
Kompetensi professional mencakup kemampuan guru dalam penguasaan materi, memahami standar kompetensi dan standar isi mata pelajaran. Membuat karya tulis ilmiah dan menyelenggarakan penelitian, serta menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.



Profesionalisasi (upaya meningkatkan profesionalisme) guru agar menjadi guru profesional harus dilakukan secara sinergis melalui tiga jalur, yakni :
1. Faktor Internal Guru.
Faktor internal guru, yakni kemauan guru untuk menjadi seorang guru yang profesional memegang peranan penting dalam proses terwujudnya guru-guru yang profesional. Dengan kata lain profesionalisasi guru profesional tidak akan terwujud apabila tidak dimulai dari faktor internal ini. Jadi upaya yang dilakukan dalam profesionalisasi guru perlu diarahkan pada terbentuknya kesadaran pada diri setiap guru agar mereka secara sukarela meningkatkan profesionalismenya sehingga menjadi guru profesional.
2. Kondisi Lingkungan Tempat Kerja.
Kondisi lingkungan tempat kerja juga sangat menentukan keberhasilan profesionalisasi guru profesional. Sebab meskipun sudah dilakukan profesionalisasi agar guru menjadi profesional, namun apabila lingkungan tempat kerja tidak kondusif, apalagi tidak memberikan penghargaan kepada guru profesional, maka upaya profesionalisasi tadi juga akan menemui jalan buntu.
3. Kebijakan Pemerintah.
Beberapa kebijakan pemerintah dalam profesionalisasi guru, yakni: pertama, bahwa kredibilitas dan kapabilitas guru dalam mendidik anak bangsa harus ditopang bersama , tugas mendidik merupakan tanggung jawab semua pihak. Terutama pihak-pihak yang berwenang mengambil kebijakan untuk mengendalikan lingkungan dari segala aspek (politik, sosial, budaya) dalam upaya mendidik anak-anak kita. Kedua, melalui undang-undang guru dan dosen mempersyaratkan kualifikasi guru profesional yang dilakukan dengan berbagai upaya. Seperti kebijakan sertifikasi guru melalui portofolio dan PLPG (pendidikan dan latihan profesi guru).

E. Hubungan Teknologi Pendidikan Dengan Peningkatan Profesi Guru.
Dalam PP. No 19 tahun 2005, pasal 19 bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotifasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dan selanjutnya dipertegas dalam pasal 20 bahwa seorang guru merencanakan proses pembelajaran meliputi tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Berdasarkan pada hal tersebutlah teknologi pendidikan sangat membantu guru dalam meningkatkan profesionalitasnya sebagai seorang guru. Karena teknologi pendidikan yang mempunyai arti secara luas adalah kesenian dalam mengajar akan membantu tugas guru agar materi yang disampaikan dapat diterima oleh peserta didik. Adapun manfaat media teknologi pendidikan lebih rinci menurut Ely adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan mutu pendidikan dengan jalan mempercepat “rate of learning”, membantu guru untuk menggunakan waktu belajar secara lebih baik, mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, aktifitas guru lebih banyak diarahkan untuk meningkatkan kegairahan anak.
2. Memberi kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual dengan jalan memperkecil atau mengurangi kontrol guru yang tradisional dan kaku, memberi kesempatan luas kepada anak untuk berkembang menurut kemampuannya, memungkinkan mereka belajar menurut cara yang dikehendaki.

3. Memberi dasar pengajaran yang lebih ilmiah dengan jalan menyajikan/merencanakan program pengajaran secara logis dan sistematis, mengembangkan kegiatan pengajaran melalui penelitian, baik sebagai pelengkap maupun sebagai terapan.
4. Pengajaran dapat dilakukan secara mantap dikarenakan meningkatnya kemampuan manusia sejalan dengan pemanfaatan media komunikasi, informasi dan data dapat disajikan lebih kongkret dan rasional.
5. Meningkatkan terwujudnya “immediacy of learning” karena media teknologi dapat menghilangkan atau mengurangi jurang pemisah antara kenyataan di luar kelas dengan kenyataan yang ada di dalam kelas, memberikan pengetahuan langsung.
6. Memberikan penyajian pendidikan lebih luas, terutama melalui media masa, dengan jalan memanfaatkan secara bersama dan lebih luas peristiwa-peristiwa langka, menyajikan informasi yang tidak menekankan batas ruang waktu.

IV. ANALISIS
Secara sederhana Teknologi pendidikan merupakan media pendidikan, yaitu hasil teknologi sebagai alat bantu dalam pendidikan agar berhasil guna, efisien dan efektif. Dalam proses Profesionalisasi (upaya meningkatkan profesionalisme) guru agar menjadi guru profesional, guru dituntut untuk harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.
Yang dalam hal ini teknologi pendidikan sudah menjadi bagian integral dalam dunai pendidikan. Penggunaan peraga rupa rungu atau audio visual untuk mengatasi keterbatasan fungsi indera dalam pembelajaran, merupakan fakta yang merepresentasikan betapa teknologi menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah perkembangan pendidikan. Dan dalam peningkatan mutu profesionalisme guru.
V. KESIMPULAN
 Teknologi pendidikan adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari problem solving, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.
 Teknologi pendidikan mempunyai ciri-ciri dan manfaat tertentu dalam proses belajar mengajar dalam dunia pendidikan.
 Profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan.
 Profesionalisasi (upaya meningkatkan profesionalisme) guru agar menjadi guru profesional harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional dilakukan secara sinergis melalui tiga jalur, yakni : faktor internal guru, kondisi lingkungan tempat kerja. dan kebijakan pemerintah.


VI. PENUTUP
Alhamdulillah akhirnya karya kecil ini bisa berada di tangan pembaca, kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Demikian semoga karya kecil ini dapat menjadikan bertambahnya pengetahuan bagi kita serta memberikan kemanfaan bagi kita semua.





DAFTAR PUSTAKA

Denim, Sudarwan, Media Komunikasi Pendidikan, (Jakarta; Bumi Aksara, 1995)
http://puspa5wu.multiply.com/reviews/item/43
Sagala, Syaiful, Kemampuan Professional Guru Dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Gaung Persada Press, 2008)
Soejipto, Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta; PT. Rineka Cipta, 2009),
Sudjana, Nana Cara Belajar Siswa Aktif, (Jakarta; Sinar Baru Algesindo, 2002)
Syukur, Fatah ,Teknologi Pendidikan, (Semarang ; Rasail, 2005)
Yamin, Martinis Profesionalisasi Guru Dan Implementasi KTSP, (Jakarta; Gaung Persada Press, 2007)
,Sertifikasi Profesi Keguruan Di Indonesia , (Jakarta; Gaung Persada Press, 2006)